Yang Mandul yang Melahirkan ~ Bayi Tabung / in vitro fertilization

Sabtu, 25 Agustus 2007

Yang Mandul yang Melahirkan

Keajaiban itu bernama Carine, seorang bocah berusia sebelas bulan yang lahir di Kanada. Bocah perempuan ini lahir dari metode pembuahan di laboratorium, ditumbuhkan dari sel telur yang dibekukan lantas dibuahi di tabung laboratorium.

Carine lahir dari seorang ibu yang mengidap sindrom kista di indung telur. Penyakit ini biasanya menyebabkan penderitanya mandul. Di Inggris, satu dari lima perempuan menderita penyakit ini, termasuk Victoria Beckham, istri bintang sepakbola David Beckham.

Ibunda Carine adalah satu dari 20 sukarelawan yang mencoba metode pembuahan baru yang dihasilkan peneliti dari Pusat Reproduksi McGill di Montreal, Kanada. Sel telurnya dimatangkan di laboratorium, dibekukan, lantas dicairkan, lalu dibuahi dalam tabung.

Pematangan sel telur di laboratorium sudah pernah dilakukan sebelumnya dan melahirkan bayi yang sehat. Pembekuan sel telur pun terbilang sebagai prosedur yang sudah mapan. Namun Carine adalah kasus pertama di dunia, terlahir dari penggabungan seluruh prosedur itu.

Kelahiran Carine baru diungkapkan ke publik dalam pertemuan tahunan Masyarakat Reproduksi dan Embriologi Manusia Eropa (ESHRE) di Lyon, Prancis, pada senin lalu. Doktor Hananel Holzer dari McGill mengatakan keberhasilan itu memberi harapan bagi para perempuan mandul akibat kista.

Holzer mengatakan selain kelahiran pertama tersebut, masih ada tiga perempuan lain yang sedang hamil dengan cara yang sama dan siap melahirkan bayinya dalam waktu dekat.

Ibunda Carine dan para sukarelawan lain rata-rata berusia 30an tahun dan sama-sama mengalami penyakit kista di indung telur (polycystic). Para peneliti di McGill mengumpulkan 295 oosit (sel telur yang belum matang) dari indung telur mereka dan mematangkannya dengan bantuan hormon di laboratorium selama lebih dari 48 jam sebelum dibekukan.

Sebanyak 68 persen sel telur berhasil dimatangkan. Sel-sel telur itu lantas dibekukan tak lebih dari sebulan sebelum dicairkan kembali. Ternyata 74 persen (64 embrio) berhasil bertahan hidup setelah dicairkan dan dibuahi dengan teknik injeksi sperma.

Embrio-embrio itu lantas ditransfer ke kandungan para sukarelawan. Para peneliti mentrasfer masing-masing tiga sel telur kepada tiap-tiap pasien. Pada empat pasien, proses ini berhasil dan berujung pada kehamilan, bahkan salah satunya berhasil melahirkan Carine.

Holzer mengatakan, teknik baru itu akan bermanfaat bagi perempuan yang mengidap kanker, seperti kanker payudara. Perempuan seperti ini umumnya akan memilih cara pembuahan in vitro fertilization (IVF) alias bayi tabung. Tindakan kemoterapi yang mereka jalani biasanya akan membuat mereka mandul.

Namun, dalam proses bayi tabung, mereka harus mendapat terapi hormon yang berguna untuk merangsang produksi sel telur di dalam ovarium. Terapi semacam ini justru memperburuk penyakit kanker yang mereka derita.

Stimulasi ovarium secara tradisional itu juga memakan waktu, antara dua hingga tiga pekan. Mereka yang menderita sindrom stimulasi berlebihan (ovarian hyperstimulation syndrome), takkan punya waktu untuk menunggu metode tradisional. Sindrom ini dapat berakhir pada kematian.

Itulah sebabnya, menurut Holzer, teknik itu akan membantu mereka menyimpan dan membekukan beberapa sel telur sebelum terlambat. Dan pemberian hormon pun cukup dilakukan di laboratorium, bersamaan dengan proses pematangan sel telur.

Sebelum penemuan itu diumumkan, dunia kedokteran belum mengetahui bahwa sel telur yang belum matang bisa dikumpulkan dari indung telur yang belum terstimulasi. Apalagi bahwa sel telur itu bisa dimatangkan lalu dibekukan, lantas dicairkan, sebelum dibuahi dan dipindahkan ke kandungan seorang perempuan yang kemudian hamil karenanya.

Tapi Holzer memperingatkan, penelitian itu masih pada tahap awal dan belum diujicoba pada pasien kanker. "Untuk metode penyimpanan fertilitas, ini masih tahap awal dan eksperimental," kata Holzer. "Kami perlu menginformasikan kepada pasien tentang tahap awal ini, supaya mereka tak menyimpan harapan yang keliru."

Namun teknik ini diharapkan bisa menggantikan praktek yang selama ini ditawarkan kepada pasien kanker, yakni para dokter secara sederhana akan membekukan keseluruhan jaringan indung telur yang bisa diimplan kemudian. Cara ini menimbulkan kekhawatiran bahwa jaringan yang akan diimplan kembali itu tak bebas dari sel kanker.

Perempuan sehat pun bisa memanfaatkan metode baru ini untuk menyimpan kesuburan mereka pada usia pertengahan tanpa perlu menginjeksi hormon. "Perempuan pada usia pertengahan 30an tahun tanpa pasangan dapat membekukan sel telur mereka dengan cara ini," katanya Holzer.

Joep Geraedts, Ketua ESHRE, mengatakan bila nanti metode itu terbukti pada pasien penderita kanker maka itu juga mungkin bagi semua perempuan penderita kista atau reproduksi buatan. "Karena mereka tidak perlu lagi diganggu dengan hormon," kata Geraedts.

Di samping itu, metode itu juga menghemat biaya. Pasalnya perawatan dengan obat-obatan hormon terlalu mahal.

Doktor Allan Pacey, ahli andrologi dari Universitas Sheffield di Inggris, mengatakan keberhasilan para peneliti dari Kanada adalah langkah maju yang signifikan. "Bandingkan dengan lelaki yang dengan mudah menyimpan spermanya sebelum perawatan kanker, perempuan dulu hanya memiliki sedikit pilihan dan kesannya sungguh tidak adil," katanya.

Menurut Pacey, kini yang mesti dilakukan lebih lanjut adalah memastikan bahwa teknik itu aman dan bayi yang lahir pun sehat. "Bila ini sudah dicapai, maka metode ini menjadi amat penting," ucapnya.

Professor Robin Lovell-Badge dari Institut Nasional Riset Kedokteran Dewan Riset Kedokteran mengatakan seluruh langkah dalam metode itu pernah dilakukan sebelumnya. "Namun ini kali pertama semuanya dilakukan bersamaan dan sukses."

Adapun Doktor Laurence Shaw, juru bicara Masyarakat Fertilitas Inggris mengatakan, kehamilan dan kelahiran itu adalah langkah yang mengagumkan. Namun dia mengingatkan bahwa angka kehamilan dari para sukarelawan masih terbilang rendah dan dibutuhkan sel telur dalam jumlah yang besar.

Sumber: TempoInteraktif

Tidak ada komentar: